Secara filosofis, manusia diciptakan oleh Tuhan dalam
keadaan sempurna. Meskipun demikian, manusia yang ketika dilahirkan berwujud
anak manusia belum tentu dalam proses perkembangannya menjadi manusia yang
sesungguhnya. Agar dapat menjadi manusia yang sesungguhnya, dalam proses
pertumbuhan dan perkembangannya anak-anak
manusia itu memerlukan bantuan. Upaya membantu manusia untuk
menjadi manusia sesungguhnya diperlukan pendidikan.
Manusia dikaruniai akal, yang dapat membedakan perilaku
baik dan buruk. Perilaku baik atau buruk manusia dipengaruhi oleh berbagai
faktor yang menyertai perkembangan anak, yaitu: pembawaan, lingkungan
(keluarga, masyarakat, budaya), dan pendidikan. Untuk itu, pendidikan karakter
sangat diperlukan bagi manusia dalam sepanjang hidupnya agar mereka dapat
menjadi manusia yang berkarakter baik.
1.
Landasan Filsafat Pancasila
Manusia Indonesia yang baik adalah manusia yang
berkarakter sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. Manusia tersebut ditandai
dengan karakter agamis, manusiawi, bersatu, menghargai musyawarah, rela berkorban,
demokratis, dan berkeadilan.
2.
Landasan Filsafat Pendidikan Umum
Pendidikan pada dasarnya adalah untuk mengembangkan
kepribadian utuh untuk menjadi warga negara yang baik. Seseorang yang
berkepribadian utuh digambarkan dengan terinternalisasikannya nilai-nilai dalam
kehidupan sehari-hari baik kepada Tuhan Yang Maha Esa, sesama manusia,
lingkungan dan diri sendiri. Pendidikan karakter pada dasarnya adalah proses
internalisasi nilai-nilai pada diri peserta didik yang tercermin dalam perilaku
sehari-hari. Untuk itu, dalam pelaksanaannya dapat diintegrasikan dalam
berbagai macam mata pelajaran yang diajarkan di sekolah dasar.
3.
Landasan Agamis
Manusia pada dasarnya adalah ciptaan Tuhan Yang Maha Esa.
Menurut agama dan kepercayaan di Indonesia, manusia baik adalah manusia yang:
(1) sehat secara jasmani dan rohani,
serta dapat melaksanakan berbagai aktivitas hidup yang berkaitan dengan
peribadatannya kepada Tuhan YME; (2) bertakwa kepada Tuhan YME, patuh dan taat
terhadap ajaran-ajaran-Nya; (3) memiliki sifat adil, jujur, amanah, disiplin,
kerja keras, ulet, dan bertanggung jawab, (4) bersifat manusiawi dalam arti bersifat/berkarakter
sebagai manusia yang mempunyai sifat-sifat cinta kasih, kepedulian yang tinggi
terhadap penderitaan orang lain. Untuk
itu pendidikan karakter perlu mengembangkan karakter manusia agar menjadi
manusia yang berperilaku hidup sehat, patuh terhadap ajaran-ajaran Tuhan (takwa)
dan patuh pada peraturan-peraturan dalam hidup berbangsa dan bernegara (good citizen), serta mempunyai
sifat-sifat manusiawi (empatik, simpatik, perhatian, peduli, membantu,
menghargai, dll).
4.
Landasan Sosiologis
Secara sosiologis, bangsa Indonesia hidup di
tengah-tengah masyarakat dan bangsa-bangsa yang sangat heterogen dan terus
berkembang. Mereka berada di tengah-tengah masyarakat yang berasal dari suku,
etnis, agama, golongan, status sosial, dan ekonomi yang berbeda-beda. Di samping
itu, bangsa Indonesia juga hidup berdampingan dan melakukan pergaulan dengan
bangsa-bangsa lain. Untuk itu, upaya
untuk mengembangkan karakter yang saling menghargai dan toleran pada
bermacam-macam tatanan kehidupan dan aneka ragam perbedaan itu menjadi sangat
mendasar.
5.
Landasan Psikologis
Dari sisi psikologis (Supriatna,
2010) karakter dapat dideskripsikan dari dimensi-dimensi: intrapersonal,
interpersonal, dan interaktif. Dimensi intrapersonal terfokus pada kemampuan
atau upaya manusia untuk memahami dirinya sendiri. Esensi dari dimensi
intrapersonal adalah kemampuan yang bersifat reflektif dan retrospektif dari
manusia yang diarahkan pada dirinya sendiri sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa
yang di dalamnya tercakup: kesadaran diri, peninjauan diri, penghargaan diri,
dan adaptasi diri.
Dimensi interpersonal
secara umum dibangun atas kemampuan inti untuk mengenali perbedaan; sedangkan
secara khusus, merupakan kemampuan mengenali perbedaan dalam suasana hati,
temperamen, motivasi, dan kehendak. Dalam bentuk yang lebih maju, dengan
dimensi interpersonal ini memungkinkan orang dewasa mampu membaca kehendak dan
keinginan orang lain, bahkan ketika keinginan itu
disembunyikan. Dengan pengembangan kecakapan interpersonal dapat menjadikan
seseorang mampu memahami dan bekerja sama dengan orang lain. Untuk memahami
orang lain diperlukan karakter empati, hormat, ramah, dan membimbing.
Dimensi interaktif
adalah kemampuan manusia berinteraksi secara bermakna. Manusia berinteraksi dengan
lingkungan alamiah atau fisik dan dengan lingkungan sosial. Melalui lingkungan
itulah manusia belajar, yang merupakan aktivitas khas manusiawi, yang berbeda
dari makhluk lainnya. Belajar membangkitkan berbagai proses perkembangan
internal yang mampu beroperasi hanya ketika seseorang berinteraksi dengan
orang-orang di lingkungannya dan dengan teman-temannya. Kemampuan berinteraksi
sosial secara bermakna diperlukan karakter menghargai, toleransi, dan mengatasi
konflik.
Dari segi psikologi perkembangan, terdapat tahapan-tahapan dalam
perkembangan manusia. Perkembangan manusia tercermin dari karakteristik
masing-masing dalam setiap tahap perkembangan. Usia anak-anak berbeda
karakteristiknya dengan usia remaja, pemuda, dan usia tua. Di antara mereka
perlu saling memahami dan menghargai satu sama lain yang tingkat
perkembangannya berbeda-beda. Oleh karena itu diperlukan pendidikan karakter
yang terkait dengan kesopanan, kesantunan, penghargaan, dan kepedulian.
Jadi, dilihat dari sisi filosofis, sosiologis, dan
psikologis, maka pendidikan karakter adalah menjadi sebuah keharusan bagi
bangsa Indonesia; di samping untuk merevitalisasi pendidikan karakter, juga untuk
mengembangkan karakter universal untuk masa depan yang lebih baik bagi bangsa Indonesia, sejajar dengan bangsa-bangsa lain
di dunia
0 Response to "Landasan dan Analisis Nilai untuk Pendidikan Karakter "
Post a Comment